Kisah Sejarah Kekristenan Dan Sosok Sarma di Tanah Banten
Jakarta - Tanah Banten memiliki sejarah terkait penyebaran agama Kristen yang
cukup berpengaruh di Tatar Sunda. Perkembangan tersebut didukung para
missionaris lokal, seperti sosok Sarma dan keluarga.
Sarma dikenal sebagai warga asli Desa Cikuya, Kecamatan Solear,
Kabupaten Tangerang yang bekerja sebagai mandor perkebunan. Ia bersama
warga lain bernama Minggu, dibaptis oleh seorang missionaris Belanda
sekaligus pendeta dari Batavia di tahun 1855.
Dalam upayanya menyebarkan agama, Sarma dibantu oleh para keturunan dan
mantunya. Sayangnya, walau memiliki upaya yang kuat, misi "gospel"- nya
tak berjalan mulus.
Hasilnya, menyisakan komunitas yang terpencar bernama Kristen Cikuya. Melansir buku Misionarisme di Banten karya Mufti Ali, berikut sepenggal kisah sejarah penyebaran agama Kristen di Banten.
Sarma dan Peneluran Ajaran Kristen di Keluarga
Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Claude Guillot (2008 ),
penyebaran agama Kristen di Banten dimulai setelah Belanda mengirimkan
dua lembaga misionaris bernama GIUZ (Genootschap voor In en Uitwendige
Zending) dan NZV (Nederlandsche Zending Vereeniging) antara tahun 1854
sampai 1942.
Saat itu, para tenaga penginjil mulai masuk ke kampung-kampung di
wilayah Banten, tak terkecuali di Kampung Jengkol, Desa Cikuya. Pada
masa itu, sekolah kerohanian didirikan oleh pemilik perusahaan
perkebunan lokal yang cukup ternama di sana, bernama Reesink dan Adolf
Muhlnickel (mandor).
Keberadaan sekolah tersebut rupanya turut didukung oleh Sarma yang
menjadi anak buah Reesink. Sarma menyekolahkan anaknya yang bernama
Sondjat di tempat belajar tersebut.
Upaya Penyebaran Dilanjutkan Sondjat Anak Pertama Sarma
Anak pertama Sarma bernama Sondjat menjadi tokoh penting penyebaran
Kristen di Banten. Ia membantu penyebaran agama Kristen. Keturunan Sarma
lainnya, Paulina, juga mengikuti jejak sang ayah. Sarma kemudian
menyuruh anaknya untuk mengikuti pendadaran Missionaris Kristen di
Jatinegara.
Saat mengikuti pendadaran tersebut, Sondjat memiliki kedekatan yang
cukup baik dengan komunitas F.L Anthing di Batavia hingga mereka saling
mengunjungi.
Di bawah gemblengan ayahnya itu, Sondjat menjadi salah satu tokoh
Kristen yang berpengaruh di tanah Pasundan. Ia juga berhasil menggubah
lagu rohani serta kitab menggunakan bahasa Sunda.
Esther sang Literate Kristen, dan Upaya Mempertahankan Komunitas Cikuya
Dari Sondjat diturunkan ke anaknya, Esther yang giat melakukan upaya
misionaris. Sosoknya yang kharismatik, serta memiliki kepiawaian dalam
menyampaikan gagasan Kristen membuat warga Jengkol dan Cikuya
menyematkannya sebagai sosok yang literate.
"Esther disebut-sebut sebagai perempuan (anak Sondjat) yang berbakat
dan aktif, ia merupakan satu dari sembilan wanita yang diangkat sebagai
tenaga pembantu kegiatan missionaris oleh Nederlandsche Zending
Vereeniging (NZV). Ia juga menjadi anggota Majlis Jemaat Concillium/
Padepokan Gereja Pasoendan,"tulis Mufti Ali mengacu Guillot.
Pengaruh Esther membuat komunitas Cikuya tetap bertahan. Dalam sumber
Belanda disebutkan, keberaniannya membuat seorang pendeta sekaligus
sekretaris NZV gagal menutup kongsi tersebut. Bahkan ia berhasil
menambah anggota komunitas Cikuya, dari kalangan janda haji Muslim.
Berpengaruh hingga ke Jawa Barat
Tahun demi tahun, Kristen Cikuya terus dipertahankan oleh para keturunan
Sarma. Selain sang anak dan para cucunya, Arjan sang menantu Sarma ikut
berperan menyebarkan agama Kristen di tanah Banten. Bahkan, mereka juga
melakukan upaya penyebaran hingga ke Jawa Barat
Ia bersama sang kakak yang bernama Sarioen, mengenalkan ajaran yang
dikembangkan bernama Apostolik ke komunitas Kristen Panghareupan di
Bogor.
Kemudian di tahun 1903, bersama sang adik Sarioen, membawa ajaran
ke daerah lain seperti Ciranjang, Cianjur hingga Sukabumi.
Selain itu, klan Sarman juga menyebar hingga ke beberapa daerah lain
seperti, Tasikmalaya, Sumedang, Tanah Tinggi, Rangkasbitung, dan
Bandung.
Terkini tidak diketahui secara pasti eksistensi Kristen di Cikuya, namun Mufti menyebut keberadaannya perlahan memudar terlebih saat Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942.
Komentar
Posting Komentar