Mengenal Suku Arfak Dan Melihat Rumah " Kaki Seribu" Dipegunungan Arfak Papua Barat
Jakarta - Sekilas rumah tradisional ini nampak biasa saja, terkesan jauh dari peradaban modern. Beginilah rumah tradisional Suku Arfak yang mendiami Pegunungan Arfak, Papua Barat.
Seratus persen terbuat dari kayu yang
bahannya didapat hutan tempat mereka mencari makan. Kondisi geografis,
faktor alam, dan adat istiadat membuat arsitektur rumah Suku Arfak unik.
Orang awam menyebutnya dengan "Rumah Kaki Seribu".
Hidup dikelilingi hutan dan pegunungan menjadikan rumah panggung sebagai
hunian yang aman. Selain terhindar dari hewan buas, rumah panggung
dapat menjauhkan mereka dari serangan musuh. Julukan kaki seribu
disematkan karena rumah ini ditopang oleh pondasi kayu yang sangatlah
banyak. Terkesan padat, unik, bahkan begitu rumitnya karena banyaknya
pondasi kayu yang digunakan.
Meskipun pamor dengan nama rumah kaki seribu, Suku Arfak punya
sebutannya sendiri. Mereka menjulukinya Mod Aki Aksa. Rumah adat ini
menjadi tempat bernaung Suku Arfak sejak ratusan tahun silam.
Ratusan batang kayu digunakan untuk mendirikan rumah kaki seribu.
Berbeda dengan rumah panggung pada umumnya yang menggunakan beberapa
tiang besar utama sebagai penopangnya. Diameter kayu penyangga ini
rata-rata hanya 10 centimeter saja. Terpancang ke atas setinggi 1.5
meter, tersusun rapi dengan jarak antar tiang 30 centimeter.
Meskipun dengan batang kayu kecil, jangan anggap remeh kekuatan pondasi
rumah ini. Ibarat kata "Bersatu Kita Teguh" terlihat jelas pada
konstruksi pondasi rumah kaki seribu. Puluhan pondasi kecil ini nyatanya
mampu menyangga satu keluarga besar di dalamnya. Bahkan Mod Aki Aksa
biasa digunakan sebagai tempat untuk berpesta.
Ajaibnya, bilah-bilah kayu pondasi ini hanya disatukan dengan tali yang
terbuat dari serat kayu. Meski luas, saking rapatnya kolong rumah kaki
seribu ini tidak dapat dijadikan hunian. Suku Arfak hanya menggunakannya
sebagai tempat menyimpan kayu bakar dan sebagai kandang babi.
Suku Arfak bukanlah satu-satunya penghuni pegunungan Arfak. Ada Suku
Hattam, Suku Moille, Suku Meyakh, dan Suku Sough. Suku Arfak sendiri
mendominasi bagian Timur Pegunungan Arfak yang berlokasi di Distrik
Warmere dan Distrik Prafi, Papua Barat. Komoditas pangan mereka berasal
dari sektor pertanian, berburu, hingga beternak.
Perihal kegiatan memasak, Suku Arfak mengolah makanan mereka di dalam
rumah. Menjadi pilihan, mengingat adanya api akan memberikan kehangatan
tambahan di dalam Mod Aki Aksa. Hawa dingin menjadi teman setia Suku
Afrak. Rata-rata mereka tinggal di ketinggian 2.950 mdpl, melebihi
tingginya puncak Gunung Merapi di Jawa Tengah. Bisa dibayangkan betapa
suasana dinginnya berada di pemukiman Suku Arfak.
Atap alang-alang dan daun rumbia memang menjadi ciri khas rumah
tradisional di pedalaman hutan. Struktur rumah ini hanya terdiri dari
satu buah ruangan utama. Berbentuk persegi atau memanjang ke belakang.
Dindingnya tebuat dari bilah kayu yang lebih kecil daripada ukuran
pondasi. Dilapisi dengan kulit kayu, juga dengan tambahan alang-alang.
Sengaja rumah kaki seribu tidak dibuatkan jendela di sekeliling
rumahnya. Hal itu menjadikan udara dingin tidak mudah masuk ke dalam
ruangan utama. Pintunya saja hanya dua, di sisi depan dan belakang.
Namun hanya ada satu buah tangga kayu yang ada di depan pintu utama.
Selain Honai yang menjadi simbol rumah tradisional Papua, sebenarnya ada
banyak jenis dan bentuk rumah tradisional khas Bumi Cendrawasih ini.
Faktor geografis hingga adat istiadatnya membuat arsitektur rumah
tradisional di Papua menjadi beragam.
Rumah Mod Aki Aksa memang terkenal dengan rumah kaki seribu. Namun bukan
rumah bagi serangga kaki seribu. Meski tak banyak dikenal, rumah kaki
seribu saat ini mulai ditinggalkan.
Banyak penduduk Suku Arfak yang beralih membuat rumah di atas tanah langsung. Tanpa pondasi yang tinggi, identitas rumah kaki seribu perlahan mulai hilang digantikan rumah dengan atap seng, dan tembok dari papan kayu.
Komentar
Posting Komentar