Mengenal Sejarah Tari Topeng, Alat untuk dakwah Sampai Menjadi Seni Hiburan
Jakarta - Kesenian selalu melekat dalam kebudayaan yang selalu dilestarikan menjadi jati diri suatu daerah. Umur bukanlah menjadi penghalang lika-liku eksistensi kesenian. Begitulah adanya kesenian Tari Topeng Cirebon di Jawa Barat, yang telah ada sejak 10 abad lamanya.
Memang, tak yang tahu sang empu pencipta Tari Topeng Cirebon. Bahkan kesenian ini diduga sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Negarakertagama dan Pararaton, Hayam Wuruk menari di Istana Majapahit.
Cirebon dan Mapahit letaknya berjauhan, namun Cirebonlah yang kini menjadi lahirnya kembali kesenian tari topeng CIrebon. Runtuhnya Majapahit tidak serta-merta hilang begitu saja.
Berkembangnya agama
Islam di Cirebon ternyata menjadi penyelamat eksistensi kesenian Tari
Topeng Cirebon. Bahkan abad selanjutnya, para Kolonial Belanda
menjadikan Tari Topeng Cirebon sebagai hiburan. Sejumlah 6.000 gulden
mereka keluarkan demi mensubsidi kesenian ini.
Ialah Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, Sultan Keraton
Cirebon sang penyebar kesenian Tari Topeng Cirebon. Tahun 1479 atau abad
ke 16, Tari Topeng Cirebon menjadi sarana menyampaikan petuah
keislaman. Mirip teman seperjuangannya Wali Songo, yakni Sunan Kalijaga
dengan kesenian wayang kulit hingga gamelannya.
Setelah menjunjung tinggi Tari Topeng Cirebon, para penjajah Belanda
membuat kebijakan pembatasan pementasan tarian di istana. Hal inilah
yang kemudian menjadi tahap pelestarian baru. Tari Topeng Cirebon
dipentaskan di perkampungan. Hingga kini, Tari Topeng Cirebon telah
menjadi identitas yang melekat di kalangan rakyat Cirebon.
Liuk gemulai penari begitu mencolok dengan nuansa warna merah menyala.
Kibasan selendangnya memberikan kesan ketegasan dan keluwesan setiap
gerakan. Setidaknya ada dua gerakan, "Pamindo-Rumyang" dengan gerakan
halus yang merepresentasikan istri. Sedangkan "Patih-Klana" dengan kesan
gagah yang merepresentasikan pria.
Dalam Tarian Topeng Cirebon, tokoh Panji punya keistimewaan tersendiri.
Ia adalah simbol peristiwa universal yang berkaitan dengan penciptaan.
Tarian Panji menjadi klimaks dalam setiap pertunjukan Tari Topeng
Cirebon.
Sebuah paradoks yang tak dapat dikenali secara pasti apakah
seorang laki-laki atau perempuan. Juga sebagai wujud sifatnya yang suci.
Ada banyak karakter tokoh dalam topeng Cirebon. Raut, dan warnanya
merefleksikan setiap tahap pertumbuhan dan perangai nyata manusia. Ialah
Topeng Panji yang berwarna putih, bermakna suci. Topeng Samba,
digambarkan seperti anak-anak yang berkarakter lincah lucu, dan ceria.
Kemudian Topeng Rumnyang yang berwarna merah muda, simbol seorang
remaja. Topeng Patih berwarna merah cerah dengan karakter dewasa tegas
dan bertanggung jawab. Sedangkan Topeng Kelana yang berwarna merah
kelam, menggambarkan sifat kemarahan.
Dahulu banyak para pengrajin Topeng, namun kini hanya beberapa yang
tersisa. Salah satunya Hasan Nawi, yang kerap disapa Abah Nawi. Ia dan
pengrajin lainnya bertahan karena sudah puluhan tahun membuat topeng
Cirebon. Bahkan dijuluki genius pengrajin topeng Cirebon.
Selain topeng, aksesoris yang digunakan para penari ialah Kupluk, atau
penutup kepala. Selain itu anting-anting, Sumpling atau hiasan daun
telinga, Baju Kurung atau pakian lengan pendek berwarna mencolok.
Ada
juga Sampur atau kain panjang di leher, Mongkron hiasan dada, sebilah
keris, gelang tangan dan kaki, ikat pinggang, hingga Mahkota.
Pagelaran Tari Topeng Cirebon dulunya teramat sangat disakralkan.
Kandungan maknanya yang begitu dalam membuat setiap generasi menjadikan
Tari Topeng Cirebon begitu istimewa. Tanpa melepas jati dirinya, Tari
Topeng Cirebon kini sering dipentaskan dalam perayaan desa dan hajatan
lainnya.
Komentar
Posting Komentar