Mengenal Kisah Mbah Nitisemito, Seorang raja Kretek Yang Disegani Belanda
Jakarta - Pada era penjajahan Belanda, di Pulau Jawa hiduplah seorang raja kretek
bernama Nitisemito. Waktu itu, dia adalah seorang pria kaya raya yang
terkenal hingga ke negeri Belanda.
Kekayaan itu diperoleh dari bisnis rokok kretek yang dikelolanya di mana
dia mempekerjakan 10.000 buruh dan memproduksi delapan juta batang
rokok per hari. Hal inilah yang membuat Ratu Wilhelmina dari Belanda
kagum dan menjulukinya "De Kretek Konning"atau raja kretek.
Dari kekayaannya ini, Nitisemito mampu menyewa pesawat Fokker F-200
untuk menyebarkan selebaran rokok ke Jawa Barat hingga Jakarta serta
mempromosikan produknya lewat radio Vereniging Koedoes dan gedung-gedung
bioskop.
Bahkan pada sidang BPUPKI tahun 1945, Ir. Soekarno menyebut Nitisemito
itu sebagai salah satu penyumbang donatur dalam perjuangan Indonesia
meraih kemerdekaan.
Lalu bagaimana perjalanan hidup sang raja kretek itu, khususnya dalam membangun bisnis rokok kretek terbesar di eranya? Berikut selengkapnya:
Pengusaha Muda
Nitisemito lahir di Kudus pada tahun 1853. Semasa muda, ia dikenal
sebagai pria yang pemberani. Ayahnya, Haji Soelaiman, merupakan seorang
lurah yang ingin anaknya bisa bersekolah hingga ke jenjang yang tinggi
agar bisa meneruskan jejaknya. Namun Nitisemito muda memilih menjadi
pedagang ketimbang meneruskan langkah ayahnya menjadi Lurah.
Dilansir dari Wikipedia.org, Nitisemito memulai perjalanan bisnisnya
sebagai pengusaha konveksi. Karena persaingannya yang tinggi, ia banting
setir ke bisnis minyak kelapa dan berdagang kerbau. Bisnis itu kembali
gagal dilakoninya dan banting setir jadi pengusaha dokar.
Selain itu ia juga membuka warung untuk berjualan batik Solo, kopi, dan tembakau.
Pada tahun 1894 ia menikah dengan seorang pemilik warung tembakau di
Kudus bernama Nasilah. Setelah menikah dengan Nasilah, usaha lintingan
tembakau dan cengkehnya mulai sukses. Di sinilah awal perjalanannya
menempuh bisnis rokok kretek.
Membangun Bisnis Rokok Kretek
Nasilah, istri dari Nitisemito, disebut sebagai penemu rokok kretek.
Perpaduan antara racikan tembakau Nasilah dan pengalaman Nitisemito di
dunia bisnis membuat usaha mereka berdua berkembang pesat.
Di awal perjalanannya berbisnis rokok kretek, ia memberi merek rokoknya
dengan nama yang aneh-aneh seperti "Tjap Kodok Mangan Ulo", kemudian
berganti "Tjap Soempil", dan kemudian berganti lagi dengan nama "Tjap
Djeroek" hingga akhirnya ia memilih nama "Tjap Bal Tiga". Nama itu resmi
digunakan pada tahun 1906 dan dipatenkan pemerintah Hindia Belanda pada
tahun 1908.
Usaha bisnis rokok kretek Nitisemito semakin berkembang mulai tahun
1916. Dalam beberapa tahun selanjutnya, usahanya terus berkembang hingga
mencapai puncak kejayaan pada tahun 1934.
Terapkan Cara Modern
Pada masa kejayaannya, produk rokok milik Nitisemito tersebar luas di
berbagai tempat di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, bahkan hingga ke
Negeri Belanda. Dengan mempekerjakan seorang ahli perbukuan dari
Belanda, perusahaannya menerapkan sistem pembukuan akutansi
contemporary.
Dalam mengembangkan bisnisnya, Nitisemito menerapkan cara-cara promosi
yang dianggap contemporary pada masanya seperti menyebarkan brosur dari
atas pesawat, promosi melalui radio yang dimilikinya, promosi lewat klub
sepak bola yang ia dirikan, lewat sandiwara keliling, serta
membagi-bagikan hadiah pada para pelanggan seperti gelas, cangkir,
arloji, jam tembok, serta sepeda, dengan diberi cap logo design
perusahaannya.
Kedekatan dengan Bung Karno
Selain sebagai pengusaha, Nitisemito dikenal sebagai seorang nasionalis yang ikut berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Dilansir dari kanal YouTube Beta TV, ia bahkan pernah ingin membuat lantai ruang tamu rumahnya dari uang koin dari Belanda bergambar Ratu Wilhelmina.
Ia ingin lantai yang ada gambar sang ratu itu diinjak oleh siapapun yang datang ke rumahnya. Namun rencana ini batal dilakukan karena sudah terlebih dahulu diketahui pemerintah Belanda. Tak hanya itu, ia pun dekat dengan tokoh-tokoh perjuangan seperti Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Gatot Mangkoepraja, serta organisasi Islam saat itu seperti Serikat Islam dan Muhammadiyah.
Bahkan, ia pernah menyediakan villanya di Salatiga untuk mengadakan pertemuan rahasia dengan Bung Karno dan para pejuang kemerdekaan lainnya.
Komentar
Posting Komentar