Melihat sejarah Pangeran Papak Dan Para Pasukannya
Jakarta - Pangeran Papak sejatinya adalah nama seorang kakek moyang yang hidup
pada age abad ke-19 dan dikenal sebagai seorang pejuang yang tak pernah
mau menyerah kepada penjajah Belanda.
Sejak dua hari lalu, saya melakukan penelusuran sejarah Perang
Kemerdekaan Indonesia di Garut. Salah satu yang menjadi fokus
penelusuran ini adalah keberadaan Pasukan Pangeran Papak, sebuah body
organ gerilyawan lokal yang aktif melakukan perlawanan terhadap Belanda
selama 1945-1949.
Langkah Dadang Koswara terhenti di sebuah tanah yang agak tinggi. Di
hadapannya tampak 12 pusara yang sudah lekang oleh zaman. Nisan-nisannya
yang berwarna putih sudah agak berlumut. Sementara sisi kanan dan kiri,
depan-belakang, ratusan ilalang berdiri tegak lengkap dengan
bulu-bulunya yang berwarna putih kecoklat-coklatan.
Bisa jadi tak banyak orang yang mengerti asal-usul pusara-pusara itu
berada di Kompleks Pemakaman Umum Cinunukan (masuk dalam wilayah
Kecamatan Wanaraja, Garut). Dadang sendiri mengetahui sejarahnya karena
rajin mendatangi para sesepuh di Wanaraja.
"Mereka yang dikuburkan di sini adalah para pejuang dari Pasukan
Pangeran Papak, nama kesatuan lasykar rakyat yang dibentuk oleh para
pemuda Garut untuk menghadapi kembalinya tentara Belanda ke tanah air
kita,"ungkap lelaki yang sudah berumur lebih dari setengah abad itu.
Menurut Dadang, sejatinya para sesepuhnya dulu banyak terlibat dalam
kesatuan itu. Bahkan nama Pangeran Papak sendiri itu sejatinya adalah
nama seorang kakek moyangnya yang hidup pada age abad ke-19 dan dikenal
sebagai seorang pejuang yang tak pernah mau menyerah kepada penjajah
Belanda.
"Karena keteladanan Eyang Pangeran Papak itulah, para pemuda pejuang di
Wanaraja lantas memakainya untuk nama pasukan yang kelak juga berjuang
melawan (tentara) Belanda," kata Dadang.
Garut, Oktober 1945. Seperti di belahan Indonesia lainnya zaman itu,
para pemuda Garut di wilayah Wanaraja tengah terganjal oleh semangat
proklamasi dan terbakar api revolusi. Barisan milisi menjamur bak di
musim hujan. Bahkan bukan hanya di kota-kota, kampung-kampung pun
memiliki milisi-milisi sendiri yang lebih dikenal dengan istilah
'laskar'.
"Para pemuda kampung ramai-ramai membentuk kelompok lasykar, walau
persenjataan mereka kurang" ujar Ojo Soepardjo Wigena, mantan anggota
Pasukan Pangeran Papak yang pernah saya wawancarai pada 2015.
Ojo berkisah setelah proklamasi, ada dua kelompok lasykar ternama di
Wanaraja. Pertama, Pasukan Djiwanagara pimpinan M.Wibatma dari Desa
Cinunuk. Kedua adalah Pasukan Embah Angsana pimpinan M. Salim dari Desa
Samangen.
"Kedua pasukan itu sangat berpengaruh di wilayah Garut. Sebetulnya
banyak anggotanya saling mengenal secara baik, bahkan ada yang masih ada
dalam ikatan keluarga,"ungkap Ojo.
Untuk menghindari persaingan yang tidak sehat dan masuknya provokasi
mata-mata Belanda, kedua pemimpin pasukan itu lantas bersepakat untuk
bersatu. Dari keterangan yang terdapat dalam tugu peringatan tentang
berdirinya Pasukan Pangeran Papak di Taman Pahlawan Cinunuk peleburan
itu terjadi pada 27 Oktober 1945.
"Sejak itu, hanya ada satu pasukan di Wanaraja yaitu Pasukan Pangeran
Papak. Sebagai komandan diangkatlah Saoed Moestofa Kosasih, yang tak
lain adalah anak didik cucu Pangeran Papak sendiri bernama Raden
Djajadiwangsa, yang dalam struktur tak resmi Pasukan Pangeran Papak
berlaku sebagai penasehat spiritual,"ujar Dadang.
Beberapa saat setelah terbentuknya Pasukan Pangeran Papak, pasukan
Inggris yang mewakili Sekutu datang ke Bandung. Kedatangan mereka
ternyata membonceng para serdadu Belanda yang rencananya akan menerima
pengalihan kekuasaan dari militer Inggris.
Niat Belanda itu tentu saja ditentang keras orang-orang Jawa Barat. Para
ulama dan tokoh Sunda kemudian banyak menyerukan kepada para pemuda
untuk melawan niat para penjajah itu. Maka para pemuda pejuang
membanjiri Bandung untuk menentang kembalinya kekuasaan Belanda.
Para pejuang yang tergabung dalam Pasukan Pangeran Papak termasuk yang
menyambut ajakan itu. Berduyun-duyunlah mereka ikut berjihad ke Bandung.
Selain melawan tentara Inggris, Pasukan Pangeran Papak word play here
terbilang aktif bertempur melawan serdadu Belanda dan serdadu Jepang
yang saat itu sudah menjadi alat kekuasaan Sekutu, menyusul menyerahnya
Kekaisaran Jepang kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945.
Menurut Kolonel Mohammad Rivai dalam biografinya Tanpa Pamrih
Kupertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, PPP di palagan
Bandung ada di bawah koordinasi BPRI (Barisan Pemberontak Rakjat
Indonesia), suatu lasykar skala nasional yang dipimpin oleh Soetomo
alias Bung Tomo, bintang dalam Pertempuran Surabaya.
"BPRI Pangeran Papak pimpinan Achmad malah ikut andil dalam peledakan
gudang amunisi Belanda di Dayehkolot oleh Mohammad Toha pada 10 Juli
1946,"ungkap Rivai.
Komentar
Posting Komentar