Mengenal Ngatimin, Patriot Yang Cerdik Menjadi Mata-mata Untuk Para Pejuang
Jakarta - Ngatimin, sang pejuang asal Karanganyar, Jawa Tengah, kini telah
memasuki usia senja. Lahir di Paulan Timur, Desa Paulan RT 01 RW 04,
Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, 5 Juli 1933, usianya saat ini
88 tahun.
Meski telah senja, semangat perjuangan pria bertubuh kurus dan rambut
putih ini tidak pernah padam. Apalagi ketika hari-hari mendekati tanggal
17 Agustus, yang merupakan peringatan ulang tahun Kemerdekaan
Indonesia. Semangat menggelora muncul seperti tatkala remaja. Saat ikut
berjuang mengusir penjajah Belanda dari bumi Nusantara.
Ditemui Minggu (15/8), Mbah Min, sapaan akrabnya, sedang menjajakan
mainan anak-anak di sekitar gapura Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ/Kebun
Binatang Solo). Meski tubuhnya renta, Mbah Minutes tetap terus berkarya,
membuat mainan anak-anak sebisanya.
Banyak jenis mainan hasil karya pria yang kini tinggal di Kaplingan Jebres itu. Di antaranya, mainan senapan, topi dan lainnya. "Ini sebagian saya buat sendiri. Hasilnya tidak seberapa. Kadang dapat
uang, kadang seminggu cuma Rp5.000. Enggak bisa untuk makan mas,"ujar
Ngatimin mengawali perbincangan.
Kendati dagangannya kurang diminati pembeli, tidak membuat semangat Mbah
Min surut. Dia mencari tempat lain untuk berjualan
demi bertahan hidup. "Kalau di sini enggak laku, saya pindah ke tempat lain mas. Kalau pagi
di dekat UNS (Universitas Negeri Sebelas Maret), siang di Jurug dan
malam di Panggung,"katanya.
Mbah Min mengaku memiliki lima anak yang kini sudah berkeluarga semua.
Namun sebagian di antaranya terkena imbas pandemi dan Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), sehingga harus kehilangan
pekerjaan. Sedangkan istrinya sudah mendahuluinya menghadap Sang Ilahi
beberapa tahun lalu.
"Ada anak saya yang kerja di pabrik, tapi sekarang libur karena tutup. Jadi saya harus bantu kerja,"terang Mbah Min.
Berjualan mainan anak-anak sudah digeluti Mbah Minutes sejak empat tahun
terakhir. Sebelumnya, dia mengaku pernah bekerja sebagai pengayuh becak
di sekitar Kota Solo. Selama menjalani hidup, Mbah Min yang tinggal
di kaplingan belakang UNS, pernah digusur ke lokasi lain.
"Itu kan dulu kuburan, saya sering tidur di sana. Setelah itu digusur untuk bikin kampus," katanya.
Kisah Perjuangan Ngatimin
Semangat patriotisme Mbah Ngatimin bukan muncul begitu saja. Saat masih
remaja usia 15 tahun, ia menyaksikan ayahnya ditembak mati tentara
Belanda. Bahkan saat tertembak, ayahnya sedang menggandeng dirinya dan
sang adik. Peristiwa pilu itu masih terekam jelas dalam ingatannya.
"Kita itu mau cari tempat persembunyian. Tapi ayah saya malah ditembak mati tentara Belanda,"kisahnya.
Tempat tinggal Ngatimin dan keluarga memang tidak jauh dari hiruk pikuk
tentara Belanda. Yakni di sekitar lapangan udara Panasan atau sekarang
menjadi Bandara Adi Soemarmo. Saat itu tentara Belanda memang sedang
melancarkan Agresi Militer II tahun 1948.
Ayah Ngatimin memang menjadi target Belanda karena dinilai sering
membantu tentara Indonesia membangun parit jebakan storage tank di
jalan-jalan kampung.
"Bapak saya ditembak. Kita sedang lari mau bersembunyi setelah tentara
Belanda datang. Warga memang sedang gotong royong bikin parit untuk
jebakan container di jalan kampung,"terangnya.
Ngatimin memgaku ada beberapa warga pribumi yang menjadi mata-mata
Belanda. Mereka menyamar dan ikut berbaur saat warga bergotong-royong
membuat jebakan tank, dan mendata para pejuang untuk dilaporkan ke
Belanda.
"Banyak yang ikut ditembak. Ada sepuluh lebih. Saya marah dan bertekad
untuk ikut berjuang, meskipun saya masih anak-anak,"katanya lagi.
Sejak peristiwa itu, ia pun mulai mengikuti gerak-gerik tentara
Indonesia khususnya Angkatan Darat. Dia bahkan sudah terbiasa melihat
dentuman senjata, bom yang dilancarkan penjajah Belanda.
"Saya juga ikut tentara Indonesia menyerbu gudang senjata di Panasan.
Saya melihat dari jauh tentara-tentara Indonesia meletakkan senjata di
sebuah kebun,"lanjut Mbah Min.
Ngatimin menceritakan, dalam penyerbuan itu tentara Indonesia hanya
mengandalkan senjata pisau. Saat tengah hari sekitar pukul 11.30 WIB,
mereka menyerbu wilayah yang diduduki tentara Belanda.
"Tentara kita itu menyerbunya siang. Karena tentara Belanda itu silau
sama sinar matahari. Hanya 1 jam tentara kita menyerbu gudang untuk
mengamankan persediaan,"tuturnya.
Pada saat tentara Indonesia menyerbu ke gudang, Ngatimin pun
berinisiatif mengamankan senjata yang ditinggalkan di kebun agar tidak
ketahuan musuh. Ia pun menutup senjata-senjata itu dengan dedaunan.
Atas aksinya itu Ngatimin kemudian diberikan tugas pimpinan tentara
Indonesia untuk memata-matai pergerakan tentara Belanda. Umur Ngatimin
yang masih remaja relatif aman dari ancaman musuh.
"Saya diberi tugas menjadi mata-mata. Saya melihat musuh dari jauh dan
melaporkan ke komandan. Usia saya masih di bawah umur, jadi tidak
dicurigai musuh dan antek Belanda,"kenangnya.
Tugas mulia itu dilakukannya dengan ikhlas dan penuh semangat. Bahkan
beberapa kali ia harus berpura-pura menjadi anak tidak typical saat
ketemu dengan tentara Belanda agar tak dicurigai.
"Saya kalau ada tentara Belanda lewat pura-pura jadi anak tidak
typical. Mereka tidak curiga. Dan saya bisa melaporkan kegiatan dan
keberadaan mereka ke tentara kita,"jelasnya.
Selain menjadi mata-mata, Ngatimin juga mendapatkan tugas baru. Yakni
memastikan senjata-senjata tentara Indonesia aman disembunyikan di
wilayah musuh. Salah satunya yang disembunyikan di timur lapangan udara
Panasan.
"Saya harus berusaha agar tidak tertangkap tentara Belanda. Bisa mati kalau ketahuan,"katanya lagi. Dalam perjalanan tugasnya, Ngatimin mengaku dikejar-kejar tentara
Belanda. Bahkan ia harus bertahan hidup dengan makan seadanya atau
bahkan tanpa makan apapun selama 20 hari persembunyian.
"Makan daun atau tak makan sudah biasa,"tuturnya.
Ngatimin muda mengemukakan rasa bangganya bisa berjuang untuk membantu
tentara Indonesia terbebas dari Belanda. Setelah tahun 1951 ia
memutuskan untuk masuk sekolah rakyat yang ada di daerah Kecamatan
Colomadu.
"Sampai sekarang saya tidak mendapat kabar apapun dari komandan saya.
Bahkan saya tidak tahu namanya karena tidak pernah tanya, dan tidak bisa
membaca,"katanya.
Di usia senja yang semestinya dipakai untuk beristirahat, Ngatimin tetap
bekerja untuk membantu keluarga menyambung hidup dengan berjualan
mainan. Pada momen peringatan HUT RI ke-76, ia bersama memperingati
dengan upacara sederhana bersama keluarga di rumah.
"Saya tidak pernah lewat. Pasti ada upacara dan hormat bendera. Tahun
kemarin di dekat UNS, besok rencananya di rumah sama anak-anak,"ucapnya
bangga.
Keinginan Jadi Anggota Pejuang
Sebagai seorang yang ikut berjuang saat penjajah kembali merongrong
kemerdekaan Indonesia, keinginan Ngatimin adalah menjadi anggota pejuang
Indonesia. Namun hingga kini keinginan itu hanya sebatas cita-cita.
Anak-anak Ngatimin yang sudah berusaha mengajukannya, masih terhalang
sejumlah persyaratan.
"Saya pingin jadi anggota veteran, tapi belum dikabulkan. Syaratnya
masih ada yang kurang. Kemarin sudah dibantu Mas Danar (pegiat sosial)
ketemu Pak Ganjar (Gubernur Jateng Ganjar Pranowo). Moga-moga bisa
dikabulkan," harapnya.
Pegiat sosial Agus 'Danar' Widanarko mengaku mengenal Mbah Min dalam
beberapa tahun terakhir. Terutama setelah kisahnya perjuangannya viral
di jagad maya. Menurutnya, Mbah Min adalah mantan pejuang kemerdekaan
Indonesia perlu dicontoh.
Danar mengaku sudah mempertemukan Mbah Minutes dengan Ganjar, untuk
mewujudkan mimpinya menjadi anggota Professional. Ia pun menceritakan
perjalanan Mbah Minutes sampai mendapatkan apresiasi gubernur hingga
diundang ke Semarang.
"Awalnya saya lihat berita tentang Pak Min, penjual mainan yang mantan
pejuang 45 di berita sosmed 2020 lalu. Saya trenyuh, karena saya dan
istri pendongeng dan pecinta anak-anak maka kita mencoba menggalang dana
untuk memborong semua mainan Pak Minutes di pas tanggal 17 Agustus
2020," ujarnya.
Pembelian seluruh dagangan itu dimaksudkan agar mbah Min bisa menikmati
kemerdekaan. Tidak berjualan mainan saat peringatan HUT RI.
"Dan Alhamdulillah tembus sekitar Rp7-8 juta melalui alumni UNS FE
angkatan 99 dan dari masyarakat dalam dua hari penggalangan dana. Kita
serahkan pas tanggal 17 Agustus pagi sambil upacara bendera kecil
kecilan saat itu di depan gapura UNS pas beliau jualan mainan,"katanya.
Karena di saat itu banyak pedagang lainya dan anak-anak, ia pun
membuatkan acara upacara bendera dengan inspektur upacara Mbah Min.
"Beliau bangga banget. Terus setelah itu saya kepikiran coba hubungi Pak
Ganjar melalui Istagram beliau. Harapannya beliau bisa dapat apresiasi
dan bisa ketemu,"katanya.
Keinginan tersebut akhirnya terkabul. Menjelang Hari Pahlawan, ia
mengantarkan mbah Min bertemu gubernur. Rasa senang, bahagia dan bangga
terpancar dari wajah Mbah Min. Karena kisah perjuangannya mendapatkan
apresiasi gubernur.
"Bahkan Pak Ganjar juga memborong mainan yang dibawa. Berupa pistol-pistolan mainan dari limbah kaleng dan lainnya,"terangnya.
Danar menyampaikan, gubernur juga berjanji menghubungkan Mbah Minutes
dengan Kepala Dinas Sosial Jateng dan Kesbangpol. Usai pertemuan
tersebut Mbah Min pulang bersama rombongan ke Solo.
"Beliau senang sekali saat-saat bisa ketemu Pak Ganjar. Selain diberi
bantuan, Pak Min senang akan dibantu masuk Expert,"pungkas Danar.
Komentar
Posting Komentar