Curhatan Seorang Kurir Paket yang Tertekan Oleh Aplikasi
Jakarta - Pandemi COVID-19 yang mendorong masyarakat belanja online, berimbas positif ke ramainya pekerjaan kurir yang mengantarkan barang.
Namun, banyaknya barang yang dikirim tidak membuat pendapatan kurir otomatis meningkat. Mereka harus menghadapi aplikator hingga kondisi di lapangan yang kadang kurang menguntungkan.
Berikut ini selengkapnya mengenai nasib kurir tersebut:
Di tengah sibuknya lalu lintas mengantar barang, nasib para kurir ternyata tidak bisa dibilang bagus. Ada kurir yang ongkos atau tarifnya malah diturunkan.
Perwakilan Motorist Lalamove, Ade Putra, mengungkapkan di aplikator tempatnya bekerja mulanya pada 2018 tarifnya Rp 16.000 per tarif dasar. Ia menjelaskan hitungan tarif dasar Rp 16.000 itu sekitar 5 kilometer.
"Sedangkan sekarang tarif dasar Rp 8.000 per 4 kilometer. Jadi jatuhnya itu Rp 2.000 per kilo belum dipotong 20 persen dari pihak aplikator," kata Ade saat acara yang disiarkan di instagram change.org Indonesia, Rabu (25/8).
Selain persoalan tersebut, Ade mengungkapkan banyak kendala yang harus dihadapi para kurir. Ia mencontohkan ada toko tutup dan barang yang harus diantar ukurannya terlalu besar atau sulit dikirim kalau menggunakan motor.
"Barang yang gede kami dipaksa mem-pickup atau membawa sampai tujuan. Itu kendala bagi kami karena di lapangan kendaraan kami atau tokonya tutup. Itu hal-hal yang kayak gitu yang enggak bisa ditolerir oleh aplikator khususnya di lalamove karena kami langsung di-suspend kalau tidak bisa menyelesaikan orderan tersebut," ungkap Ade.
Ade merasa apa yang dialaminya seperti perusahaan menganggap kurir sebagai karyawan. Padahal, kata Ade, status antara jasa pengiriman kurir dan aplikator adalah mitra yang artinya harus saling menguntungkan.
Pemerintah diminta turun tangan menyelesaikan persoalan terkait tarif jasa pengiriman kurir, salah satunya terkait penentuan tarif dari aplikator yang bisa seenaknya memainkan harga.
"Khususnya buat pemerintah untuk intervensi aplikator-aplikator yang mereka memainkan aturan tarif yang ada, entah itu berlaku untuk kurir atau mungkin lain, layanan yang lain," kata Perwakilan Motorist Lalamove, Ade Putra, saat acara yang disiarkan di instagram change.org Indonesia, Rabu (25/8).
Ade mengaku sudah pernah berupaya menyampaikan keluhannya secara langsung ke aplikator. Namun, hasilnya tidak sesuai dengan yang diinginkan.
"Mereka seperti merasa condition hanya mitra jadi secara kekuatan hukum enggak kuat. Sudah bawa atas nama komunitas. Komunitas ditanya balik jumlah anggota kalian berapa? Sedangkan jumlah chauffeur Lalamove di Indonesia berapa? Tidak mewakili katanya," ujar Ade.
Ade menyayangkan kondisi tersebut dialami kurir. Sebab, kata Ade, kurir menjadi pekerjaan yang tetap bertanggung jawab mengirimkan barang termasuk di masa pandemi COVID-19.
Namun, banyaknya barang yang dikirim tidak membuat pendapatan kurir otomatis meningkat. Mereka harus menghadapi aplikator hingga kondisi di lapangan yang kadang kurang menguntungkan.
Berikut ini selengkapnya mengenai nasib kurir tersebut:
Curhatan Kurir Logistik
Di tengah sibuknya lalu lintas mengantar barang, nasib para kurir ternyata tidak bisa dibilang bagus. Ada kurir yang ongkos atau tarifnya malah diturunkan.
Perwakilan Motorist Lalamove, Ade Putra, mengungkapkan di aplikator tempatnya bekerja mulanya pada 2018 tarifnya Rp 16.000 per tarif dasar. Ia menjelaskan hitungan tarif dasar Rp 16.000 itu sekitar 5 kilometer.
"Sedangkan sekarang tarif dasar Rp 8.000 per 4 kilometer. Jadi jatuhnya itu Rp 2.000 per kilo belum dipotong 20 persen dari pihak aplikator," kata Ade saat acara yang disiarkan di instagram change.org Indonesia, Rabu (25/8).
Selain persoalan tersebut, Ade mengungkapkan banyak kendala yang harus dihadapi para kurir. Ia mencontohkan ada toko tutup dan barang yang harus diantar ukurannya terlalu besar atau sulit dikirim kalau menggunakan motor.
"Barang yang gede kami dipaksa mem-pickup atau membawa sampai tujuan. Itu kendala bagi kami karena di lapangan kendaraan kami atau tokonya tutup. Itu hal-hal yang kayak gitu yang enggak bisa ditolerir oleh aplikator khususnya di lalamove karena kami langsung di-suspend kalau tidak bisa menyelesaikan orderan tersebut," ungkap Ade.
Ade merasa apa yang dialaminya seperti perusahaan menganggap kurir sebagai karyawan. Padahal, kata Ade, status antara jasa pengiriman kurir dan aplikator adalah mitra yang artinya harus saling menguntungkan.
Pemerintah Diminta Turun Tangan
Pemerintah diminta turun tangan menyelesaikan persoalan terkait tarif jasa pengiriman kurir, salah satunya terkait penentuan tarif dari aplikator yang bisa seenaknya memainkan harga.
"Khususnya buat pemerintah untuk intervensi aplikator-aplikator yang mereka memainkan aturan tarif yang ada, entah itu berlaku untuk kurir atau mungkin lain, layanan yang lain," kata Perwakilan Motorist Lalamove, Ade Putra, saat acara yang disiarkan di instagram change.org Indonesia, Rabu (25/8).
Ade mengaku sudah pernah berupaya menyampaikan keluhannya secara langsung ke aplikator. Namun, hasilnya tidak sesuai dengan yang diinginkan.
"Mereka seperti merasa condition hanya mitra jadi secara kekuatan hukum enggak kuat. Sudah bawa atas nama komunitas. Komunitas ditanya balik jumlah anggota kalian berapa? Sedangkan jumlah chauffeur Lalamove di Indonesia berapa? Tidak mewakili katanya," ujar Ade.
Ade menyayangkan kondisi tersebut dialami kurir. Sebab, kata Ade, kurir menjadi pekerjaan yang tetap bertanggung jawab mengirimkan barang termasuk di masa pandemi COVID-19.
Komentar
Posting Komentar