Sejarah Perjalanan Hewan Unta dari Alat Transportasi Hingga Menjadi Ikon Bangsa

Jakarta - Unta adalah salah satu hewan terpenting dalam sejarah dunia. Peranan hewan ini banyak tertulis di Jazirah Arab, karena merupakan salah satu hewan yang mampu beradaptasi di wilayah gurun.

Pentingnya peran hewan berpunuk ini secara khusus mendapat perhatian dari Youssef M. Ibrahim dalam sebuah artikel, Matahari Gurun Terbenam pada Hari Kejayaan Unta, yang muncul di New York Times pada April 1989.

Dalam tulisan itu, Ibrahim mengutip Mansour Prices Hussein, seorang guru di departemen pertanian di Universitas King Saud. Unta disebut telah menjadi bagian dari hidup manusia selama 3.000 tahun.

Tanpa hewan itu, sebagai alat transportasi utama dalam masa perdamaian dan perang, tidak mungkin menyebarkan Islam ke luar Jazirah Arab atau menyatukan kerajaan tersebut.

"Sayang sekali sekarang, romantisisme sudah berakhir karena, sebagai alat transportasi, unta sudah tamat," ujar Ibrahim.

Hal ini juga dikonfirmasi oleh Dr Yoyo, Ketua Pusat Kajian Timur Tengah Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Kepada Kompas.com, Dr Yoyo menceritakan bagaimana hewan yang diandalkan karena ketahanannya di daerah gurun ini mengalami pergeseran peran dari waktu ke waktu.

Menurutnya, bagi masyarakat asli gurun pasir (badui atau 'badawa' dalam bahasa Arab) yang hidup secara nomaden unta menjadi hewan terpenting untuk bertahan hidup. Mengembara di wilayah luas dengan karakteristik yang ekstrem seperti gurun pasir, jelas membutuhkan "kendaraan" yang tidak biasa.

Tapi menurut Dr. Yoyo, hewan berpunuk itu tidak hanya diandalkan sebagai sarana mobilitas mereka saja.

Semua bagian dari tubuh untuk juga bisa dimanfaatkan mulai dari rambut, kulit, daging, hingga susunya.

"Maka hampir semua aspek kehidupan badui itu tidak bisa dilepaskan dengan unta" Saking bangganya orang badui ini dengan unta. Mereka memberikan berbagai nama untuk hewan-hewan ini.
Ada untuk bunting, unta pincang, namanya khas masing-masing banyak diambil sesuai dengan kecacatan fisiknya.

Bahkan masyarakat badui memiliki istilah khusus saat unta menyuarakan suara kecemasan, gembira, ketakutan. Dr Yoyo menilai hal Itu menggambarkan betapa melekatnya hewan ini di kehidupan bangsa nomadik saat itu.

"Hewan ini juga sangat diandalkan di gurun pasir karena merupakan hewan yang kuat, mampu berjalan berhari-hari tanpa minum. Bahkan ketika pengembara kehausan, Mereka dapat juga mengambil air dari cadangan untanya," terangnya.

Keistimewaan unta.

Menurut jurnal "One-Humped History: The Camel as Historic Actor in the Late Ottoman Realm", daya dukung unta terhadap kehidupan manusia sebenarnya bisa melebihi keledai bahkan kuda.

Unta dapat menempuh jarak yang jauh dengan sedikit air atau makanan, dengan beban 550 hingga 700 pon. Hewan ini juga dapat bertahan hanya dengan makan dari semak dan pohon, tidak bergantung pada rumput.

Ini memungkinkan peternak memeliharanya dengan biaya lebih rendah. Alhasil pada masa kejayaannya, unta menjadi sumber energi untuk memindahkan barang dan manusia. Tidak hanya di sepanjang gurun tapi sampai kota-kota kecil di wilayah Kesultanan Utsmaniyah pada masanya. Bukti arkeologi juga menunjukkan penggunaan unta untuk tujuan selain perdagangan dan perjalanan.

Misalnya sebagai pekerja yang efisien, unta di pedesaan Mesir digunakan untuk membajak tanah, menggali dan mengeruk kanal, memperkuat tanggul kanal, membersihkan puing-puing dan lumpur yang menyumbat sumur. Di berbagai daerah dan periode, unta sangat diperlukan untuk pengangkutan persediaan senjata.

Pergeseran modernisasi

Lebih lanjut Dr Yoyo menceritakan, dalam dunia arab modern-day, peran unta mulai bergeser. Seiring perkembangan zaman, alat transportasi yang lebih cepat dan efisien dari unta muncul dan menggeser tempat hewan ini.

Selain itu, faktor lain yang menggeser fungsi bahkan keberadaan hewan ini yaitu karena cepatnya perkembangan ekonomi.

Kilang-kilang minyak mulai ditemukan di gurun pasir wilayahn Arab yang luas. Privatisasi lahan-lahan mulai dilakukan. Alhasil suku badui dengan ciri khasnya yang hidup mengembara word play here mulai tergusur.

Mereka mulai masuk ke desa-desa atau kota-kota dan melebur dengan kaum metropolitan.

Jumlah penduduk asli Arab ini word play here terus berkurang, berikut juga dengan hewan yang menjadi andalam peradabannya, unta.

"Dampaknya tidak hanya secara geografis (mencari lahan kosong), tapi juga mengubah cara hidup mereka karena melebur dengan masyarakat urban dan membuat mereka kehilangan identitas mereka yang biasa hidup secara nomaden," terang Ketua Pusat Kajian Timur Tengah UAD Yogyakarta itu.

Menurutnya, data-data tahun 90-an saja sudah menunjukkan betapa kelompok asli Jazirah Arab itu sangat tersingkirkan. Di wilayah-wilayah seperti Mesir, Sudan, Jordania, hingga wilayah Sinai Palestina, sekarang orang-orang badui berkurang drastis jumlahnya.

Pelestarian kebudayaan

Saat orang-orang "indegienous" itu semakin terpinggir dan semakin berkurang perannya dalam struktur masyarakat sudah mulai berkurang, upaya pelestarian mulai dilakukan.

Bangsa Arab seperti penduduk di wilayah sungai Sinai, misalnya menggunakan unta sebagai ikon budaya.

"Sekarang untanya juga dikontestasikan. Itu sebenarnya merupakan implikasi dari ketergerusan masyarakat native. Cara itu digunakan untuk memunculkan kembali, melestarikan keberadaan mereka," ujar Dr Yoyo.

Perayaan kebudayaan di Arab Saudi yang menarik perhatian turis salah satunya adalah Event Unta Raja Abdul Aziz.

Mengutip Gulf News, Penyelenggara Celebration Unta Raja Abdul Aziz akrab sempat menerangkan bahwa, saat ini meskipun terjadi urbanisasi contemporary, unta tetap menjadi sumber kebanggaan.
"Perasaan bangga itu tidak hanya dimiliki oleh peternak unta, tetapi semua orang Arab, yang mengakui unta sebagai ikon warisan, kehidupan, dan ekonomi Arab.

"Menurutnya, secara historis unta dihargai karena karakteristiknya yang spesial dan unik.

Mereka mungkin tidak lagi menjadi sumber utama transportasi, tetapi mereka tetap menjadi teman setia warga Arab.

Unta dilihat sebagai "pekerja" yang dapat diandalkan, dan sumber makanan yang penting. Kompetisi Unta Event Raja Abdul Aziz atau sering dikenal dengan Miss Camel sendiri kata dia adalah perayaan baru dari masa lalu dan masa kini.

"Itu (unta) tertanam dalam tradisi yang kami banggakan, tetapi kami juga berpikiran maju dalam pendekatannya.

Acara ini mendorong batas-batas teknologi dan kreativitas untuk menawarkan festival menyenangkan yang unik yang menarik penggemar dari seluruh dunia," kata kepada Gulf Information.

"Di jantung event, tentu saja, unta yang sangat dicintai dan dirayakan, mencerminkan peran pemersatu yang dimainkannya untuk Kerajaan Saudi dan Teluk sepanjang sejarah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Sekian Lamanya Istri Presiden Korut Kim Jong-un Kembali Terlihat di Publik Setelah 5 Bulan Menghilang

Mengetahui 5 Kisah Sejarah Cinta Pada Kaum Bangsawan Dari Berbagai Kerajaan

Mengenal Suku Arfak Dan Melihat Rumah " Kaki Seribu" Dipegunungan Arfak Papua Barat